Tradisional

Artikel tentang budaya tradisional

Reog Sureng oleh OMK St Sylvester Nanggulan dalam ajang FKT 2011

Minggu, 24 Juli 2011. Festival Kesenian Tradisional (FKT) yang digelar setiap tahun oleh OMK Rayon Kulon Progo memang sangat baik disamping melestarikan Kesenian Tradisional peninggalan Leluhur.

Dalam Kesempatan FKT 2011 ini OMK St Sylvester Nanggulan menampilkan Reog Sureng asli dari Desa Budaya Jatimulyo. Dalam Penampilannya, 90% penampil adalah OMK Paroki Nanggulan, sedangkan 10% berasal dari Jatimulyo karena dengan berbagai penuh pertimbangan.

Berikut ini video dengan kualitas

video= 160kbps

audio=  64kbps

part 2

part 3

Categories: Berita, Gamelan, Tradisional | Tinggalkan komentar

Campur Sari

Istilah campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen ‘asing’ ini ‘tunduk’ pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.

Baca lebih lanjut

Categories: Gamelan, Tradisional | 16 Komentar

Langgam Jawa

Langgam Jawa merupakan bentuk adaptasi musik keroncong ke dalam idiom musik tradisional Jawa, khususnya gamelan. Langgam Jawa juga termasuk hasil inkulturasi budaya lain ke Budaya musik gamelan. Genre ini masih dapat digolongkan sebagai keroncong. Tokoh-tokoh musik ini di antaranya Andjar Any, Gesang, dan Ki Narto Sabdo. Penyanyi yang dapat disebut legendaris dari genre musik ini adalah Waljinah.

Categories: Gamelan, Tradisional | Tinggalkan komentar

Kisaran Harga Gamelan

Satu set gamelan dari bahan perunggu seharga Rp 250 juta – Rp 300 juta. ‘

Dari bahan kuningan Rp 100 juta – Rp 125 juta,

dari bahan besi Rp 75-an juta,”

(sumber:kata perajin langganan Pemprov DIJ untuk membuat gamelan yang dikirimkan ke berbagai instansi dan wilayah ini.)

Dari sumber Lain:

gamelan perunggu:

kelas 1 Rp 350.000.000,oo
kelas 2 Rp 275.000.000,oo
kelas 3 Rp 200.000.000,oo
kelas 4 Rp 150.000.000,oo
gamelan kuningan:

kelas 1 Rp 150.000.000,oo
kelas 2 Rp 100.000.000,oo

gamelan besi:

kelas 1 Rp 75.000.000,oo
kelas 2 Rp 50.000.000,oo
kelas 3 Rp 30.000.000,oo

Categories: Gamelan, Tradisional | 94 Komentar

Balungan Gamelan

Berikut ini beberapa Balungan gamelan dalam bentuk file PDF:

Asmaradana

Uler_Kambang_Udan_Mas

Vokal_Langgam_Ngimpi

Categories: Gamelan, Tradisional | 4 Komentar

Laras Slendro dan Pelog

Pembuatan Gamelan

Gamelan Jawa sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua laras (tangga nada / titi nada), yaitu Slendro dan Pelog.

Menurut mitologi Jawa, Gamelan Slendro lebih tua usianya daripada Gamelan Pelog. Slendro memiliki 5 (lima) nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 (C- D E+ G A) dengan interval yang sama atau kalau pun berbeda perbedaan intervalnya sangat kecil. Pelog memiliki 7 (tujuh) nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 (C+ D E- F# G# A B) dengan perbedaan interval yang besar. Dalam memainkan pelog, masih dibagi menjadi dua lagi, yaitu Pelog Barang, dan Pelog Bem. Pelog Barang tidak pernah membunyikan nada 1, sedangkan pelog Bem tidak pernah membunyikan nada 7.

Dalam menciptakan lagu bernuansa pelog maupun slendro, ada aturan-aturannya tersendiri.

Pada gamelan, tidak ada nada re dan la. Tetapi ada beberapa lagu yang dipaksakan menggunakan nada la, dan ini memiliki nilai arti tersendiri pada lagu tersebut.

Categories: Gamelan, Tradisional | 93 Komentar

Bagian Alat Musik Gamelan

Ingin tahu nama-nama alat musik dalam Gamelan Jawa:

1. Kendhang:

Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau kambing)

Kendhang berfungsi utama untuk mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.

Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi.

Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung.  Untuk bermain kendhang, dibutuhkan orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan dimainkan dengan perasaan naluri si pemain, tentu saja dengan aturan-aturan yang ada. Baca lebih lanjut

Categories: Gamelan, Tradisional | 143 Komentar
 
 

Gamelan Jawa

Apakah anda sudah mengetahui tentang musik gamelan??

Lebih detail Gamelan Jawa

Ya musik gamelan asli terlahir hanya terdapat di pulau Jawa dan Bali. Dan kini, musik gamelan telah mendunia, diseluruh belahan dunia ada. So kita orang Indonesia harus bangga…

Karena saya orang Jogja, maka saya hanya akan membahas tentang gamelan Jawa, kusus untuk gamelan dengan konsentrasi di Yogyakarta saja.

Gamelan Jawa dimana-mana sama, hanya ada perbedaan yang sangat kecil, untuk gamelan Jawa-Yogya dengan Jawa-Solo. Tetapi perbedaan itu tidak begitu berarti, karena tidak terlalu berpengaruh yang begitu berarti.

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya HinduBudha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, “Degung” (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.

Itu tadi definisi gamelan menurut wikipedia.

Categories: Gamelan, Tradisional | 6 Komentar

Permainan Anak Tradisional di DIY

Kita mungkin pernah mendengar permainan Cublak-cublak Suweng, Gobag Sodor, Benthik, dan sebagainya. Itu semua merupakan beberapa Permainan Tradisional Anak di Daerah Istimewa Yogyakarta sejak abad ke 19 hingga abad ke 20.
Menurut Dharmamulya (1993), ada berbagai permainan tradisional anak yang pernah hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan masyarakat DI Yogyakarta. Beberapa diantaranya yang populer:
1. Adu Jangkrik
2. Ancak-ancak alis
3. Benthik
4. Cublak-cublak Suweng
5. Dhakon
6. Dhingklik Oglak-aglik
7. Gobag Sodor
8. Jamuran
9. Koko-koko
10.Macanan
11.Ndhog-ndhogan
12.Pasaran
13.Tawonan
14.Tikus-tikusan
15.Ulo-Ulo Dawa
16.dan masih banyak lagi, yang tercatat ada 241 jenis permainan.

Ingin tahu cara permainannya atau ingin mengetahui permainan yang lain? Silahkan request saja, karena tidak mungkin saya akan menuliskan semua permainan tradisional itu. ” Mangga-mangga, silahkan!”

Categories: Permainan Tradisional Jawa | 5 Komentar

Benthik

Kata benthik mempunyai arti bentur. Benturan tersebut biasanya menghasilkan bunyi “thik”. Hal ini dapat dilihat dalam permainan itu sendiri, yaitu dengan alat kayu yang digunakan dengan ukuran berbeda, panjang disebut benthong dan pendek disebut janak. Benturan antara benthong dan janak itu menimbulkan suara thik. Nah, dari suara itulah kemudian muncul penamaan permainan itu, yaitu benthik. Sebagai satu permainan tradisional yang pada umumnya dimiliki oleh masyarakat luas maka keberadaan permainan benthik antara daerah satu dengan daerah lain kadang memiliki suatu perbedaan sehingga menjadi variasi permainan. Misalnya, benthik Semarang akan lain dengan benthik Yogyakarta, demikian pula dengan benthik Surakarta (Dharmamulya dkk, 2005).

Asal-Usul permainan benthik sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti, kapan dan dari mana. Namun, seperti permainan tradisional (anak) lainnya, permainan benthik sudah dikenal sejak dahulu dan merupakan satu permainan yang cukup populer di masyarakat Jawa karena terbukti dikenal di beberapa kota di Jawa.

Dilihat dari pelaksanaannya, bagi anak-anak pedesaan, Permainan benthik hanya dapat dilaksanakan pada waktu siang hari. Itu pun jika dalam cuaca yang tidak hujan. Namun demikian, <arena sifat utama dalam permainan adalah hiburan maka pelaksanaannya seringkali ketika anak-anak sedang waktu longgar (tidak membantu pekerjaan orang). Misalnya, waktu sore hari, atau pagi hari ketika libur sekolah dan waktu luang lainnya. Selain itu, permainan ini juga seperti permainan tradisional lainnya, yaitu bahwa pelaksanaannya bersifat musiman (waktu-waktu tertentu saja). Misalnya, libur sekolah, pergantian musim, ataupun musim panen.

Tempat pelaksanaan permainan benthik membutuhkan lahan yang cukup luas. Hal itu dikarenakan sistem permainan atau aturan permainan serta alat yang dibutuhkan maupun pemain yang terlibat dalam permainan. Pada umumnya, tempat yang digunakan untuk pelaksanaan permainan benthik ini, jika di daerah pedesaan adalah di halaman yang luas atau di kebun yang kosong (tidak ada tanamannya) atau di lapangan, bahkan di ladang kering yang habis dipanen.

Permainan ini, pada umumnya bersifat kelompok. Namun demikian, dapat pula dilakukan secara individu (bukan kelompok). Permainan benthik yang bersifat tidak kelompok ini dilakukan ketika anak yang bermain tidak mencukupi dari ketentuan kelompok itu. Misalnya, hanya terdiri dari 3 orang. Namun, dalam penulisan buku ini, yang akan dibahas adalah permainan benthik yang dilaksanakan secara kelompok. Sesuai sifat permainan tradisional yang bersifat kelompok maka permainan benthik harus dilakukan dengan jumlah pemain yang genap karena masing-masing pemain mempunyai incon (lawan) sendiri-sendiri. Ini konsekuensinya nanti dalam hukuman yang disepakati, di mana masing-masing pemain akan menghukum atau dihukum oleh lawan mainnya (incon). Jumlah pemain dalam benthik sebenarnya tidak dibatasi, hanya saja biasanya antara 4 sampai 6 orang setiap kelompoknya. Hal ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya bahwa untuk mengumpulkan lebih dari 12 anak dalam satu jenis permainan cukup sulit. Jika kurang dari 4 orang tiap kelompoknya dianggap kurang seru, namun demikian sering pula hanya 3 orang tiap kelompoknya.

Permainan benthik dapat dilakukan oleh anak laki-laki maupun perempuan. Hanya saja, biasanya jika pemain laki-laki ya laki-laki semua atau jika wanita ya wanita semua. Jika sampai dilakukan oleh dua kelompok yang anggotanya ada yang wanita maupun laki-laki, mereka sudah mengukur kekuatan atau kemampuannya dalam ikut serta dalam permainan itu karena dalam permainan ini dibutuhkan keberanian (alat yang digunakan keras sehingga dapat mencederai) dan ketrampilan (melempar, menangkap, mengarahkan terbangnya alat permainan serta memukul). Usia anak yang memainkan benthik ini, pada jaman dahulu kira-kira anak berumur 10-15 tahun (Dharmamulya dkk, 2005) tetapi sekarang biasanya anak yang berumur 8-11 tahun karena anak­anak sekarang dengan konsumsi gizi serta pendidikan yang baik menjadi cepat besar sehingga anak yang berusia 15 tahun (sederajat dengan anak kelas 2 atau 3 SLTP) sudah malu untuk melakukan permainan ini.

Dalam permainan benthik, alat yang diperlukan cukup sederhana. Hal ini seperti permainan tradisional lainnya bahwa biasanya perlengkapan yang digunakan cukup sederhana dan ada di lingkungan mereka sendiri sehingga tidak memerlukan biaya. Sifat sederhana itu tampak pada alat yang digunakan, yaitu berupa kayu kecil, biasanya dari ranting pohon yang keras (jambu, sawo) atau batang pohon yang kecil (ram/). Kira-kira sebesar ibu jari. Mengapa? Karena kalau besar atau terlalu besar alat itu dapat mencederai pemain. Alat itu, pada jaman dahulu cukup mudah untuk didapat, namun seiring dengan perkembangan jaman dan alam pikiran anak-anak maka dewasa ini jika tidak didapat maka alat permainan pun dapat disederhanakan lagi, misalnya hanya memakai bilah bambu (wilah) atau ranting bambu. Ukuran panjang alat yang digunakan ada dua, yaitu panjang dan pendek, perbandingannya adalah 1:3. Jadi, jika yang pendek disebut dengan janak berukuran 15 cm maka idealnya benthong 45 cm. Bagi anak-anak desa, pengukuran dengan centimeter tidak lazim, biasanya yang digunakan adalah jengkal. Jadi, kalau janak sepanjang satu jengkal maka benfhongnya 3 jengkal atau mini­mal 2,5 jengkal. Dalam membuat janak dan benthong itu pun mesti dipertimbangkan proporsinya, jangan sampai janak lebih besar atau lebih berat dari benthong karena kalau demikian maka benthong akan mudah patah.

Categories: Permainan Tradisional Jawa | Tinggalkan komentar